Puisi

Tahun baru

Tahun lama berlalu pergi,Membawa kenangan dan cerita.Tahun baru datang menghampiri,Membawa harapan dan impian.Malam kembang api bersinar,Suara meriam menggema.Hari baru menyambut kita,Dengan senyum dan cinta.Waktu terus berjalan,Membawa perubahan dan kemajuan.Tahun baru membawa semangat,Untuk meraih mimpi dan kebahagiaan.Semoga tahun ini membawa,Kebahagiaan dan kesuksesan.Semoga impian menjadi kenyataan,Dan cinta selalu menyertai. Selamat Tahun Baru!

Kepadaku Dariku

Entahlah! bungkam rasanyaLelahTapi segala dariku pantas untuk dicintai bukan?Baik dariku atau manusia lainBukankah aku layak dikagumi?Baik dariku atau seisi bumiBukankah aku layak beropini?Tentang kabar pada hari ini Kepadaku darikuTersenyumlah!Hari ini kau lebih baik dari kemarinTertawalah!Hari ini adalah kemenanganmuHari ini, dimana langit yang selalu aku kagumiTertunduk saat aku ada dibawahnya Kepadaku darikuAdalah bintang yang bersinar terang dengan cahayanya sendiriAdalah hujan yang turun dengan iringan iramanya sendiriAdalah fatamorgana yang menipuKarena aku tak

Merajut Mimpi

Aku pernahMencoba menggapai sang suryaNamun tak bisaAku pernahMencoba meraih bintang berkilauanNamun tak tergenggamAku pernahMencoba mengejar harap nan jauhNamun terjatuh Berkali-kali aku mencobaNamun tetap tak bisaBerkali-kali keringatku berpeluhNamun terus terjatuhBerkali-kali aku bangkitNamun makin sakit Aku termenung,Kala tekadku berapi-apiNekatku tiada yang menandingiUsahaku tak dapat diragukan lagiNamun mengapa hanya kegagalan yang menghampiri? Sempat terlintas dalam benakkuUntuk berhenti dan menyerahTapi aku ingin dunia tahuBahwa aku bukan seorang yang lemah Kuputuskan untuk tetap berdiri tegakMerajut

Santri Penjaga Negri

Di tanah Nusantara, iman bersemi indah, Santri berdiri tegak, bak karang di tepian. Ilmu dan iman, bekal suci tak tergoyah, Mengabdi pada negeri, tanah ibu tercinta. Dari rahim pesantren, lahir pahlawan sejati, Api semangat membara, tak pernah padam. Merdeka kini kita, berkat perjuangan pasti, Santri terus berkarya, membangun peradaban. Ilmu disebarkan, persatuan dijaga erat, Dalam bingkai kebangsaan, mereka bersatu.Indonesia di usia ke-79, semakin berdaulat, Santri tetap setia, menjunjung cita-cita. Dengan

Kurban dan Kemanusiaan

Selepas azan Maghrib di ujung senjaTakbir menggema dengan syahdunyaMembawa sendu dalam gertakan kalbuKurban apa di Idul Adha-ku..? Bagaimana jika sembelih saja perilaku kekerasan?Mengorbankan kefanatikan demi kedamaianMengorbankan kesombongan demi keikhlasanMengorbankan kepatriarkian demi kesetaraan “Atas izinNya, Nabi Ismail tak jadi disembelihkan? “Simbolik dari pentingnya menjaga darah,dan jiwa manusia atas dasar kemanusiaanSimbolik dari larangan,akan adanya pertumpahan darahdari, oleh, dan untuk manusia manapun Mari kita jaga kekuatan keimanan  dan kemanusiaanSepanjang nafas masih dapat kita

Petualangan Jiwa di Pelukan Halaman

Disudut sunyi ruang yang tenangSeorang jiwa tenggelam dalam tulisan terangMembuka lembar demi lembar dengan senyuman,Buku adalah sahabat dalam perjalanan harian. Pagi di mulai dengan desiran kataMenyapa hari dengan penuh maknasetiap huruf menari di depan mataMembawa dunia baru dalam setiap raga. Di antara baris, dia menemukan dunia,Petualangan, cinta, dan sejarah tua,Di setiap halaman, dia memberi mimpi,Menyusuri alur dengan hati yang penuh kasih. Siang menjelang, waktu tetap berlalu, Namun buku di tangannya tak

Pulang untuk pergi

Bukankah definisi pulang itu untuk selamanya?Lantas kenapa disebut pulang jika akan pergi kembali? Aku bertanya-tanyaHingga suatu ketika aku merasakannya Iya,,, merasakan pulang untuk pergi,,, lagi,,, Ternyata dibalik itu ada banyak makna yang mungkin tak semuanya bisa terlontar oleh kata dan tertuang menjadi aksara Rasanya begitu berat,Meninggalkan tempat dengan jutaan kenyamanan nyaOrang-orang yang disayang dengan ribuan ceritanya Ulasan senyuman yang dipaksakan sebagai bentuk penenangNyatanya sirna dan tergantikan oleh tangisan kala salam

Tuntutan Hati Mati

Tak adil kataku, Kau tetap diamIngkar janji kecamku, Kau masih tak bergemingPembohong teriakku, kosongAku mulai ragu kau mengerti bahasa manusiaAku kesal, siluet-Mu saja bahkan tak terlihat sekarang Katanya semua akan dipermudahTapi mengapa aku tetap dapat gundah?Katanya semua pertanyaan mendapat jawabanBuktinya suratku tak pernah dapat balasan?Katanya semua permintaan dikabulkanMenuku bahkan tak berkurangLantas apakah aku harus tetap percaya? katanya jika lelah aku harus pulangAku sudah pulang, tapi tak kurasakan sambutanKau ini bagaimana?Atau

Ku Sebut Mereka sebagai “Rumah”

Di tengah bisingnya kota SemarangTernyata masih saja ada seorang anak yang tak tahu diriMenembus bisingnya kota besar dengan tangisan yang begitu rintih|Tersedu-sedu tak tahu malu Ada kecemasan dan banyak rasa takut berhinggapanIa terlalu takut menghadapi duniaDunia yang ternyata telah membawanya pada sebuah kenyataanDunia yang memaksanya untuk sadar Takdir bermain begitu jenakaMembawanya pada belahan bumi yang sekarang ia pijak, “ini di mana” katanyaTakut, cemas, dan banyak rasa khawatir menggerus pikirannyaSeorang anak kecil

Kembali

Hingar bingar kehidupan kota yang memuakan|Suara bising yang setiap saat telinga ini dengarSungguh aku muak, Sungguh aku letihSungguh aku ingin berhenti pada titik ini Tuhan, Lihat aku, tolong aku..Aku terjerembap dalam kubangan kesalahanAku kian terperosok semakin dalamAku tidak tahu bagaimana caranya Kembali ke permukaan, aku terlalu dalam Tuhan..Aku terlalu malu hanya untuk sekedar menyebut namamuAku terlalu malu hanya untuk Kembali menengadahkan kedua tangankuAku terlalu jauh, aku terlalu sombong Tuhan..Harus ke