Cerpen

Untuk Kalian Semua

Diri ini, yang mudah tersinggung, Jernihkan pikiranmu, karena air mata yang jatuh tak akan menghasilkan apapun. Kuatkan ragamu dan teguhkan mentalmu. Jika niatmu baik dan tekadmu bulat, serahkan saja pada Yang Maha Atas. Kita adalah hamba yang masih perlu tuntutan, bukan penguasa yang seenaknya menuntut. Untuk diriku, Terima kasih untuk hari ini hingga detik ini. Terima kasih karena sudah memahami,sudah berusaha kuat menghadapi hari-hari di mana orang sekitar tidak merespon

Keesokan Harinya.

Allah SWT memberikan kebaikan-Nya melalui Malaikat tak bersayap, sosok yang tak pernah lelah untuk menopang beban hidupku. Meski terasa berat dan panjang menunggu, ia, meski sudah tua dan kelelahan, tetap teguh pada pendiriannya. Adzan Sholat Ashar berkumandang, namun beliau belum menunjukkan tanda kelelahan. Pikiran dan hatiku berseru, “Kuatnya mamaku.” Aku bingung, tak tahu langkah apa yang harus kuambil. Sebentar kemudian, yang kudambakan datang, tapi tak selalu sesuai dengan harapanku. Allah

Secercah Cerita untuk Kita Petik Hikmah

Pada hari itu, saat adzan magrib menggema, aku merasa terhanyut dalam keseharianku yang sibuk. Meskipun mama telah memanggilku untuk segera bergabung dengannya di masjid, aku masih asyik dengan dunia tugas dan tanggung jawabku. Tak terelakkan, aku merasa tertekan, tetapi tetap fokus untuk menyelesaikan segala yang telah menjadi kewajibanku. Namun, pada saat yang sama, papah ingin makan. Dengan sigap, aku membantunya menyiapkan hidangan, sementara kakak juga memerlukan bantuanku. Semua tampak sibuk,

AKU DENGAN MIMPI ORANG TUAKU

CSSMoRA – Aku adalah seorang anak yang lahir di keluarga yang sederhana. Ayahku seorang petani dan Ibuku memiliki sebuah tokoh kecil, setelah menginjak ke bangku SMA Ayahku menginginkan aku untuk lanjut di pesantren yaitu tepatnya Pesantren As’adiyah. Aku memenuhi keinginan orang tuaku tapi tanpa paksaan, akhirnya aku memilih melanjutkan sekolahku di PDF Ulya As’adiyah putri pusat Sengkang, di sanalah awal kisahku dimulai. Aku sering merasa kurang percaya diri. Bagaimana tidak,

Sepenggal Cerita Kehidupan Seorang yang Sangat Hebat

CSSMoRA – Ia terlahir dari keluarga menengah ke bawah, membuat ia hanya dapat bersekolah sampai jenjang sekolah dasar, membuat ia harus bekerja diusia sekecil itu, menjual es lilin di sekolahnya, menjaga warung. Terlebih lagi ayahnya yang berwatak keras dan terkesan tidak bertanggungjawab membuat kehidupannya terasa semakin susah. Tapi, semua itu tidak membuat mimpi-mimpinya kandas begitu saja, bahkan ia semakin termotivasi untuk merubah kehidupannya. Ia tumbuh tanpa peran sosok Ayah, ia

PILIHAN TERBAIK

CSSMoRA – Setiap manusia mempunyai pilihan, begitupula aku. Begitu banyak pilihan yang telah kutentukan untuk diriku sendiri, seperti pendidikan, gaya hidup, bahkan masa depan. Ya, walaupun aku tahu bahwa masa depan adalah ketetapan dari Yang Maha Kuasa. Namun pilihan yang aku maksud adalah perencanaan yang telah aku susun untuk masa depan. Ternyata aku melewatkan satu hal, yaitu sebanyak apapun pilihanku, tetap ada campur tangan dari kedua orang tuaku. Mereka juga

Ayah

CSSMoRA – Dulu waktu aku kecil yang marahi aku ketika tidak ngaji ya Ibu, yang bawel kalau aku pulang kesorean sambil mandi hujan ya Ibu, yang repot bolak-balik ke kamar waktu aku sakit ya Ibu, dan yang paling sumringah waktu lulus beasiswa juga Ibu. Ayah lebih banyak diam, hanya menunggu di ruang tamu kalau aku pulang larut malam, dan menepuk kakiku ketika adzan subuh berkumandang, dan hanya menunggu di lorong

Tak Ada yang Lebih Sakit dari Ditinggalkan (Bag. 1)

CSSMoRA – Malam itu seperti biasanya, kami sibuk dengan kegiatan kami semua, ribut, penuh cerita, penuh tawa ria. Aku berkutat dengan hapeku, berusaha keras menyelesaikan satu editan dalam posisi telungkup yang sangat fokus. Yang tidak kusadari, diluar malam itu gelap, cahaya-cahaya bintang memudar dan meredup, jangan tanyakan bulan, ia nampak nya terlalu malu untuk menampakkan diri. Merenggangkan badan, sayup-sayup ku dengar langkah kaki dari kejauhan, saling berlomba saling mengejar “nampaknya

Puteh

Puteh mengambil parang dari pinggang. Melayangkan tebasan. Dan mulai menebang. Merah darah keluar dari sayatan batang. Puteh melawan rasa ngilu dan takut. Ia melanjutkan menebang. Sekali. Dua kali. Lalu pada kali ketiga, sesuatu menarik kakinya.