BERSAMA MENGHADAPI KESEDIHAN

Di sebuah kota kecil yang penuh dengan hiruk-pikuk kehidupan, hiduplah seorang ibu bernama Indah. Indah adalah sosok ibu yang sabar dan penuh pengertian. Sejak suaminya Adam, meninggal dunia karena sakit, indah harus menghadapi kehidupan yang tidak mudah bersama dua anaknya, zahid dan rahayu. Zahid, anak sulungnya yang kini berusia 19 tahun, sudah mulai bekerja untuk membantu keuangan keluarga. Sementara rahayu, anak perempuan yang baru berusia 7 tahun, mereka adalah sumber kebahagiaan indah di rumah. Rahayu masih terlalu kecil untuk memahami kesulitan yang mereka hadapi, tapi indah sering melihat betapa rahayu rindu pada ayahnya yang sudah tiada. Setiap malam, sebelum tidur, rahayu akan bertanya, “Mama, kenapa Papa nggak pulang lagi?” indah hanya bisa tersenyum pahit dan menjawab, “Papa sedang istirahat di tempat yang baik, Nak. Dia tidak akan kembali, tapi Mama dan kamu tetap punya satu sama lain.” Namun, di balik senyum yang selalu ia tunjukkan pada anak-anaknya, indah merasa ada sebuah kekosongan yang begitu besar dalam hatinya. Seringkali ia terbangun di tengah malam, menangis dalam kesendirian. Kehilangan suami tercinta yang membuatnya merasa sepi, dan terkadang merasa tak ada yang benar-benar mengerti beban yang ia pikul.

Hari-hari indah dipenuhi dengan rutinitas yang melelahkan. Ia bekerja sebagai penjaga toko kecil di dekat rumah untuk mencukupi kebutuhan hidup. Di siang hari, indah harus menjaga toko, sementara di malam hari ia merawat rahayu yang masih membutuhkan perhatian penuh, dan memastikan zahid belajar setelah pulang dari bekerja. Namun, meskipun bekerja keras, indah sering merasa lelah dan putus asa. Ia merasa seperti dunia ini terlalu berat untuk ditanggung sendirian. Hanya ada sedikit waktu untuk dirinya sendiri, dan bahkan lebih sedikit lagi untuk menangis atau meluapkan perasaan. Suatu malam, setelah pulang dari bekerja, indah duduk di bangku kayu di halaman rumah. Ia menatap langit yang gelap, merasa hampa. Tiba-tiba rahayu mendekatinya dengan wajah polos, dan membawa secangkir teh hangat. “Mama….Mama kenapa? Kok kelihatan sedih?” tanya rahayu dengan suara lembut. Indah menatap mata rahayu, yang tak mengerti sepenuhnya mengapa ibunya sering terlihat begitu murung. “Mama hanya capek, Nak,” jawabnya sambil tersenyum, meski senyum itu terasa pahit di bibirnya.

Rahayu duduk di samping ibunya, menatap langit malam yang penuh bintang. “Tapi Mama nggak sendiri kok. Kita kan ada berdua.” Kata-kata itu, meskipun terlihat sederhana, mengingatkan indah akan pentingnya kehadiran anak-anaknya. Dalam sekejap, rasa kesedihan yang sempat menghantui hatinya terasa sedikit berkurang. Hari-hari berlalu, dan meskipun indah masih merasakan beban hidup yang berat, ia mulai mencoba untuk menerima kenyataan bahwa ia tak bisa lagi mengubah masa lalu. Namun, ia memiliki masa depan yang harus ia perjuangkan, terutama untuk anak-anaknya. Zahid, meskipun sering sibuk dengan pekerjaan, mulai lebih banyak meluangkan waktu untuk mendengarkan ibunya, sementara rahayu yang selalu ceria, menjadi pengingat bahwa kebahagiaan kecil bisa ditemukan dalam kebersamaan. Indah akhirnya belajar untuk membuka hati dan menerima kesedihannya. Ia tidak lagi berusaha menekan perasaan itu sendirian, dan mulai berbicara lebih banyak dengan anak-anaknya tentang bagaimana yang ia rasakan. lalu, Mereka bersama sama menghadapinya, saling mendukung dalam keheningan dan kehangatan yang mereka bagi. Di dalam kesederhanaan rumah kecil mereka, indah menemukan bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya bukan dalam kehidupan yang sempurna, tetapi dalam kebersamaan yang penuh cinta. Dan meskipun kesedihan itu selalu ada, indah tahu bahwa dengan anak-anaknya selalu ada di sisinya, ia tidak akan pernah benar-benar berada dalam kesendirian.


SELAMAT MEMBACA
THANK YOU FOR READING


By: Dania Ramadani(CSSMoRA 23 Universitas Wahid Hasyim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *