Peran Istri Rasulullah dalam Menyebarkan Dakwah Islam

Menurut Zainal Abidin Al-Alawi Al-Husaini, Rasulullah memiliki 11 istri. Dua di antaranya, Khadijah binti Khuwailid dan Zainab binti Zam’ah, meninggal ketika beliau masih hidup. Sembilan istri lainnya meninggal setelah beliau wafat, yaitu Aisyah binti Abu Bakar Ash-Siddiq, Saudah binti Zam’ah, Hafsah binti Umar bin Khattab, Ummu Salamah Hindun binti Umayah, Zainab binti Jahsyi, Juwairiyah binti Al-Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Shafiyah binti Huyay, dan Maimunah binti Al-Harits.

Terkait alasan Rasulullah menikahi banyak istri, padahal beliau sendiri membatasi umatnya untuk menikah tidak lebih dari empat, Muhammad Al-Tabrani menyebutkan bahwa ada banyak prasangka buruk terkait praktek poligami ini. Beberapa orang bahkan menuduh pernikahan tersebut hanya didorong oleh nafsu. Namun, setiap pernikahan Rasulullah memiliki tujuan mulia yang ingin disampaikan.

  1. Khadijah binti Khuwailid
    Rasulullah menikahi Khadijah pada usia 25 tahun, sementara Khadijah berusia 40 tahun. Pada saat itu, menikahi seorang janda dianggap aib oleh masyarakat Arab. Namun, pernikahan ini menunjukkan bahwa status sosial tidak boleh menjadi pembeda. Rasulullah juga tidak menikah dengan wanita lain selama Khadijah masih hidup, yang menandakan kesetiaan beliau.
  2. Saudah binti Zam’ah
    Saudah dikenal sebagai “Mu’minah Muhajirah” karena ia ditinggal wafat suaminya setelah hijrah ke Habasyah yang kedua. Rasulullah menikahinya untuk melindunginya dari ancaman fitnah dan dipaksa kembali kepada kekufuran jika ia dikembalikan kepada keluarganya.
  3. Zainab binti Khuzaimah
    Zainab mendapat julukan “Umm al-Masakin” karena kebaikan hatinya kepada kaum fakir miskin. Setelah suaminya terbunuh dalam perang Uhud, Rasulullah menikahinya untuk menghormati pengorbanan suaminya.
  4. Ummu Salamah Hindun
    Ummu Salamah adalah seorang wanita yang zuhud, tidak memikirkan duniawi, dan setelah kematian suaminya, ia lebih banyak menanggung anak-anaknya yang yatim. Rasulullah menikahinya sebagai bentuk perlindungan bagi keluarganya.
  5. Shafiyah binti Huyay bin Akhthab
    Ayah Shafiyah adalah kepala suku Yahudi Bani Nadhir. Setelah suaminya terbunuh dalam perang Khaibar, Shafiyah menjadi tawanan perang. Rasulullah menikahinya untuk membebaskannya dari status tawanan, yang merupakan bentuk penghormatan kemanusiaan.
  6. Juwairiyah binti Al-Harits
    Juwairiyah adalah putri dari pemimpin Bani Musthaliq. Setelah perang, Rasulullah menikahinya agar kaum muslimin membebaskan para tawanan dari suku tersebut. Akibatnya, banyak dari suku Musthaliq yang memeluk Islam.
  7. Maimunah binti Al-Harits
    Maimunah adalah seorang janda yang menyerahkan hidupnya kepada Rasulullah. Beliau menikahinya untuk menjaga dan melindungi kehormatannya.
  8. Ummu Habibah (Ramlah binti Abu Sufyan)
    Ramlah adalah istri dari Ubaidillah bin Jahsy yang murtad ke agama Nasrani saat di Habasyah. Rasulullah menikahinya untuk melindunginya.
  9. Hafsah binti Umar bin Khattab
    Setelah suaminya terbunuh dalam perang Badar, Hafsah menjadi janda. Rasulullah menikahinya untuk melindungi putri sahabatnya, Umar bin Khattab.
  10. Aisyah binti Abu Bakar
    Aisyah adalah istri Rasulullah yang dinikahi dalam keadaan gadis, berdasarkan petunjuk Allah. Aisyah menjadi istri yang paling banyak meriwayatkan hadis dan menjadi rujukan dalam hal ilmu dan pendidikan bagi sahabat-sahabat wanita lainnya.

Peran istri-istri Rasulullah dalam dakwah sangat signifikan. Khadijah membantu Rasulullah dengan mengorbankan hartanya demi mendukung dakwah. Aisyah, dengan kemampuannya menghafal hadis, berperan penting dalam mengajarkan ilmu kepada kaum muslimah. Pernikahan-pernikahan ini juga menunjukkan strategi dakwah yang efektif, seperti pernikahan dengan Juwairiyah yang berhasil menyatukan hati dan mempererat hubungan antar suku.

Nabi Muhammad SAW adalah contoh teladan terbaik yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai “uswatun hasanah.” Beliau adalah manusia yang sempurna dalam perkataan, tindakan, dan sifat-sifatnya. Sebagai manusia, beliau juga memerlukan kehidupan berkeluarga, yang di dalamnya terdapat banyak hikmah dan pelajaran bagi umatnya. Rumah tangga beliau adalah contoh ideal dalam membangun keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.


Abduh Zamzami (CSSMoRA Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta 2022)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *