Dalam fiqh dikemukakan keharusan seorang pemimpin agar mementingkan kesejahteraan rakyat yang dipimpin, sebagai tugas yang harus dilaksanakan: “Kebijaksanaan dan tindakan imam (pemimpin) harus terkait langsung dengan kesejahteraan rakyat yang dipimpin (tassharruf al-imam ala ra’iyatihi manutun bilmaslahah).
Tujuan berkuasa bukanlah kekuasaan itu sendiri, melainkan sesuatu yang dirumuskan dengan kata kemaslahatan (al-maslahah). Prinsip kemaslahatan itu sendiri seringkali diterjemahkan dengan kata Kesejahteraan rakyat (bersama, yang dalam ungkapan ekonom Dosen Harfard dan Mantan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk India, Jinn Kenneth Galbraith, sebagai “the affluent society”.
Dalam Bahasa pembukaan UUD 1945, kata kesejahteraan dirumuskan dengan ungkapan lain, yaitu dengan istilah “masyarakat adil dan Makmur”. Itulah tujuan berdirinya sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam siklus berikut : Hak setiap bangsa untuk memperoleh kemerdekaan, guna mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan meningkatkan kecerdasan bangsa, guna mencapai tujuan masyarakat adil dan Makmur. Dengan menganggapnya sebagai tujuan bernegara, UUD 1945 jelas-jelas menampakkan kesejahteraan/keadilan, kemakmuran sebagai sesuatu yang esensial bagi kehidupan kita.
Dalam hal ini, menjadi nyata bagi kita bahwa prinsip menyelenggarakan negara yang adil dan Makmur menurut UUD 1945, menjadi sama nilainya dengan pencapaian kesejahteraan yang dimaksudkan oleh fiqh tadi. Hal ini yang harus dipikirkan secara mendalam oleh mereka (pemegang Otoriter) yang menginginkan amandemen terhadap UUD 1945. Karena tindakan dalam konteks amandemen yang seperti ini merupakan rumusan tujuan bernegara yang kita harapkan.
Lalu bagaimana ketika melangsungkan kehidupan yang damai dan sejahtera? Apakah hal ini sudah selaras dengan yang diinginkan islam dalam menerapkan susunan tata negara yang baik? Saya rasa, Islam sudah memberikan apa yang telah diinginkan oleh rakyat hal ini memang harus diterapkan oleh Negara secara keseluruhan, baik aspek memberikan kenyamanan dalam melangsungkan kehidupan yang aman dan sentosa. Bukankah kita selalu mengharap kehidupan sejahtera dan makmur disamping melaksanakan kewajiban bernegara?
Sebenarnya kita selaku rakyat sudah selayaknya mendapatkan hak kita, kita bisa mendapatkan keadilan, kesejahteraan, aman itu sudah cukup bagi rakyat. Lalu Negara melakukan apa yang telah diinginkan sudah diperhatikan dalam artian sudah terpenuhi. Maka hal ini sudah selaras dengan UUD dalam bertata Negara yang baik dan disiplin menurut prespektif islam khususnya di Negara kita (NKRI).
Tak cukup disitu saja, keberadaan Islam dalam mengatur tatanan mansyarakat itu sangat berpengaruh dengan adanya stabilitas aturan yang sama dengan Negara. Oleh karenanya, Negara membuat aturan tidak semerta-merta dengan cuma-cuma. Dalam artian melihat situasi dan kondisi dinegaranya (Berlandaskan nilai maslahah), hal semacam ini haruslah ada mengapa? Karena dalam melihat situasi dan kondisi di dalam Negeri kita saja masih banyak agama, ras, suku yang berbeda-beda (Idinkriosis Indonesia). Oleh karenanya, penting bagi seorang pemerintah misalnya harus sebisa mungkin bijak dalam menangani berbagai kasus. Misalkan ada seorang berbuat aniaya kepada orang yang tak bersalah maka kasus seperti ini sebisa mungkin tak memandang siapa yang berbuat kesalahan baik masyarakat awam, pejabat, polisi, bahkan seorang atasan ketika dijatuhkan hukuman harus sepadan sangsinya dan disinilah keadilan bagi seluruh bangsa hal sangat bagus dan bijaksana apabila diterapkan oleh UUD secara konteks. Al-qur’an saja banyak menjelaskan bagaimana di dalam Negara harus adanya kedilan, kesejahteraan, keamanan dan hal ini penting ketika kita menjadi pemimpin apapun itu profesinya, kita harus adil khususnya kepada masyarakat. Bukankah ketika seorang pemimpin yang adil akan mendapat perlndungan dari sang pencipta? Sebagaimana yang dijelaskan di dalam Kitab Dzurratun an-Nasihin,. “Ketika seorang pemimpin melakukan keadilan kepada rakyatnya, nanti kelak dihari pembalasan dia akan mendapatkan naungan dari maha pencipta”.
Oleh karenanya, bisa disimpulkan bahwa konsep qaidah “Tashorrufu al-imami ala ra’iyatihi manutun bilmaslahah” harus diterapkan secara rill dinegara kita semata-mata menciptakan kesejahteraan rakyat yang selalu diimpikan bersama. Semoga saja…
Danang Fajar Muttaqin (CSSMoRA Ma’had Aly Syafi’iyah Situbondo 2022)