Dalam perbincangan yang menarik tentang ijtihad dan taqlid, Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, seorang ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah dari Suriah, berhadapan dengan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh Wahhabi dari Yordania.
Syaikh al-Buthi memulai dengan bertanya, “Bagaimana cara Anda memahami hukum-hukum Allah? Apakah Anda mengambilnya langsung dari Al-Qur’an dan Sunnah, atau melalui hasil ijtihad para imam mujtahid?”
Al-Albani menjawab, “Aku membandingkan pendapat semua imam mujtahid serta dalil-dalil mereka, lalu aku ambil yang paling dekat dengan Al-Qur’an dan Sunnah.”
Syaikh al-Buthi kemudian menguji pengetahuan praktis al-Albani dengan pertanyaan tentang zakat harta dagang. Al-Albani merasa perlu waktu untuk mengkaji sebelum menjawab, menunjukkan bahwa pemahaman langsung dari sumber-sumber utama tidak selalu mudah atau praktis.
Melanjutkan, Syaikh al-Buthi bertanya apakah setiap Muslim harus membandingkan dan meneliti dalil-dalil para imam mujtahid untuk memilih yang paling sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Al-Albani menyatakan bahwa ini adalah kewajiban. Syaikh al-Buthi kemudian menekankan bahwa ini berarti setiap Muslim harus memiliki kemampuan ijtihad yang luar biasa, melebihi kemampuan para imam madzhab, yang jelas tidak realistis bagi kebanyakan orang.
Al-Albani membagi manusia menjadi tiga kategori: muqallid (orang yang taklid), muttabi’ (orang yang mengikuti), dan mujtahid. Menurutnya, seorang muqallid harus mengikuti para mujtahid dan berdosa jika hanya mengikuti satu mujtahid tanpa berpindah. Namun, ketika ditanya tentang dalil yang mengharamkan menetapi satu madzhab, al-Albani kesulitan memberikan jawaban yang memadai.
Syaikh al-Buthi lalu membuat analogi dengan qira’ah Al-Qur’an, dimana al-Albani hanya mengikuti qira’ah Hafsh karena tidak sempat mempelajari yang lain. Ini menggambarkan bagaimana seorang muqallid dalam fiqih mungkin tidak sempat mempelajari semua madzhab dan lebih mudah mengikuti satu saja.
Dialog ini mengungkapkan ketidakkonsistenan dalam ajaran al-Albani dan pandangan Wahhabi yang melarang umat Islam mengikuti madzhab tertentu dalam fiqih. Syaikh al-Buthi menunjukkan bahwa mengikuti madzhab para ulama salaf, yang keilmuannya sudah terbukti, lebih menenteramkan bagi kaum Muslimin daripada mengikuti madzhab yang dibentuk oleh kaum Wahhabi.
Dialog ini didokumentasikan dalam kitab Syaikh al-Buthi, “al-Lamadzhabiyyah Akhthar Bid’ah Tuhaddid al-Syari’at al-Islamiyyah”, yang menyoroti bahwa ajakan Wahhabi untuk tidak mengikuti madzhab tertentu sebenarnya adalah upaya untuk menggiring umat Islam mengikuti madzhab mereka sendiri.
ZAki Anshari (CSSMoRA UIN Wali Songo Semarang 2023)