Al-Muharramat Min An-Nisa (Perempuan Yang Haram Dinikahi)

Dalam Islam pernikahan adalah sesuatu perkara yang wajib di laksanakan oleh penganutnya di mana pernikahan inilah yang mempererat tali silahturahmi pada setiap insan, namun dalam Islam pernikahan mempunyai aturan di mana Laki-laki tidak boleh menikahi wanita-wanita yang sudah di tetapkan oleh hukum Allah SWT. Al-Qur’an sangat ketat dan jelas merinci siapa-siapa yang tidak boleh dinikahi, akan tetapi berdasarkan beberapa ayat Al-Qur’an, orang-orang yang tidak boleh dinikahi setidaknya disebabkan oleh beberapa sebab. Fuqaha mengklasifikasi sebab-sebab pengharaman orang tidak boleh dinikahi ke dalam dua sebab, yaitu; sebab yang bersifat abadi atau selamanya (al-muharramat al-muabbadah), dan sebab yang bersifat sementara (almuharramat al-muaqqatah). Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci wanita-wanita yang haram dinikahi.

Perempuan Yang Haram Dinikahi Untuk Selamanya
Yaitu perempuan yang haram dinikahi karena sebab permanen yang dimiliki oleh perempuan tersebut, seperti sebagai anak kandung, ibu kandung, dan saudara kandung. Pengharaman ini terbatas kepada tiga sebab, yaitu: hubungan kekerabatan, hubungan perbesanan, dan hubungan sesusuan. Pasal 33 menyatakan: “Haram bagi seseorang untuk menikahi orang tuanya, anak anaknya, anak-anak kedua orang tuanya, dan tingkatan pertama dari keturunan kakek neneknya.” Pasal 34 menyatakan: Diharamkan bagi seorang laki-laki: 1) Istri asalnya atau keturunannya, serta perempuan yang digauli oleh satu dari kedua nya. 2) Asal dan keturunan orang perempuan yang dia pergauli, serta asal istrinya.

Perempuan-Perempuan yang Diharamkan Secara temporal
Mereka adalah para perempuan yang haram untuk dinikahi dalam waktu sementara, karena sebab tertentu. Pasal 36 ayat 1 menyebutkan: “Seorang laki-laki tidak boleh mengawini seorang perempuan yang telah dia ceraikan sebanyak tiga kali. Kecuali setelah selesai masa ‘iddahnya dari perceraiannya dengan suami yang lain, yang telah benar-benar menggaulinya.” (Perempuan yang di talaq Tiga)
Sedangkan dalam ayat 2 menyebutkan: “Perkawinan perempuan yang dicerai menghancurkan perceraian bekas suaminya, meskipun bukan dengan talak tiga. Jika perempuan tersebut kembali lagi kepada bekas suami pertamanya maka suami pertamanya ini kembali memiliki hak tiga kali untuk menceraikannya” (Perempuan yang memiliki ikatan perkawinan dengan suami yang lain). Dalam Pasal 37 disebutkan: “Seorang laki-laki tidak boleh mengawini perempuan yang kelima sampai dia menceraikan salah satu dari keempat orang istrinya, serta sampai selesai masa ‘iddahnya.”

Perempuan yang beragama samawi serta Saudara perempuan istri dan para mahramnya.


Nur Raviqah Artanti (CSSMoRA UIN Sumatra Utara 2021)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *