Belakangan ini, terdapat banyak individu yang terlibat sebagai pendakwah atau aktivis keagamaan, namun disayangkan pengetahuan mereka tentang agama masih terbatas. Mereka sering menyerukan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan hadis, dengan berpegang pada hasil ngaji di pondok pesantren hanya selama beberapa tahun. Bahkan, lebih mengherankan lagi adalah lulusan Sarjana Fakultas Dakwah yang hanya mendapatkan ilmu Al-Qur’an dan Hadis dalam beberapa satuan kredit semester (SKS). Tentunya, pemahaman mereka terhadap dua sumber hukum Islam tersebut masih sangat terbatas.
Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan agama yang memadai, seperti tidak fasih dalam bahasa Arab, kurang memahami tafsir, asbabun nuzul, klasifikasi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis, serta sejarah Islam, seharusnya tidak sembarangan menyimpulkan hukum Islam. Keterbatasan pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an dan hadis dapat bersifat subjektif dan berpotensi menyesatkan umat.
فمن الخطاء أن يشتغل شخص أو يعمل مجلس علم أو يقوم بالوعظ والإرشاد ،وهو لم يتقن في العلم الشرعي حتى الكتب المختصرة فضلا عن الكتب المتوسطة في الفقه، فهذا سيخبط، خبط عشواء ويركب بطن عمياء وربما يسأل فأجاب بغير علم فضل وأضل
Termasuk kesalahan yang sangat Fatal adalah ketika seseorang membuat majelis taklim atau berkecimpung dalam dunia ceramah agama, sedangkan ia tidak nemiliki dasar ilmu syariat yang kuat. Bahkan ia tidak pernah mempelajari kitab-kitab ilmu dasar, terlebih kitab-kitab fiqih yang lebih luas (rinci) dari pada itu.
Dampak dari kurangnya pemahaman ini dapat menimbulkan kekacauan dan ketidakjelasan di kalangan masyarakat. Terkadang, ketika ditanya mengenai suatu masalah, mereka memberikan jawaban tanpa dasar ilmu yang memadai. Akibatnya, bukan hanya mereka yang tersesat, namun orang lain juga ikut tersesat.
Seorang individu tidak dapat dipastikan mampu meniru shalat Rasulullah secara langsung tanpa mengikuti transmisi pengetahuan dari para ulama. Shalat yang dilakukan umat Islam saat ini sesuai dengan shalat Rasulullah karena para ulama telah merumuskannya menjadi tata cara shalat dengan menetapkan syarat dan rukun.
Penting untuk diingat bahwa memahami hukum Islam tidak hanya sebatas mengutip ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis, tetapi juga memerlukan pemahaman mendalam terhadap bahasa Arab, tafsir, hadis, asbabun nuzul, dan sebagainya. Oleh karena itu, orang awam sebaiknya tidak melakukan ijtihad, yaitu mengeluarkan hukum Islam dari dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis tanpa bimbingan dari para ulama.
Ahmad Zaki Anshari (CSSMoRA UIN Wali Songo Semarang 2023)