Melampaui Dualisme Biologis: Refleksi Filosofis terhadap Paradoks Embriologi Kesetaraan Gender

Kesetaraan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menggambarkan kesamaan tingkatan, kedudukan, tanpa adanya perbedaan yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara entitas yang bersangkutan. Dalam konteks perjuangan kaum perempuan, kesetaraan berarti diperlakukan dengan adil dan setara tanpa diskriminasi.

Penting untuk mencatat bahwa bahasa memiliki peran penting dalam membentuk pemahaman kita tentang konsep gender. Kata “gender” sendiri, yang berasal dari bahasa Inggris, merujuk pada jenis kelamin manusia. Oleh karena itu, kesetaraan gender menjadi isu kompleks yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, ekonomi, dan kesejahteraan.

Penelitian, seperti yang dilakukan oleh Leonardo Sari dan rekan-rekan pada tahun 2021, mencoba mendalaminya untuk menemukan solusi yang tepat terkait kesetaraan gender. Meskipun demikian, kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh wanita, seperti dalam bidang kehidupan, masih menantang untuk diatasi.

Feminisme, sebagai gerakan sosial-politik dan ideologi, bertujuan untuk mencapai kesetaraan politik, ekonomi, pribadi, dan sosial antara jenis kelamin. Gerakan ini menentang stereotip gender dan berupaya meningkatkan peluang dan hasil pendidikan, profesional, serta interpersonal bagi perempuan. Feminisme bukanlah tentang menentang laki-laki atau mengklaim superioritas perempuan, melainkan mengadvokasi hak yang setara bagi semua jenis kelamin.

Di Indonesia, Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat dikenal sebagai pejuang kesetaraan gender, terutama dalam meningkatkan pendidikan bagi wanita dan menolak praktik poligami. Gerakan ini mencerminkan semangat emansipasi wanita.

Namun, perlu diingat bahwa diskusi mengenai kesetaraan gender perlu dilakukan dengan hati-hati. Gerakan yang terlalu massif dapat menimbulkan ketidakseimbangan, bahkan bagi kaum perempuan sendiri. Oleh karena itu, kajian comprehensive dan sudut pandang retrospective perlu diterapkan agar gerakan ini tetap pada tujuannya yang mendasar, yaitu melindungi hak-hak wanita.

Pentingnya memahami perbedaan yang terdapat dalam kitab suci, Al-Quran, dan melibatkan kajian sains, terutama dalam konteks embriologi, menjadi bagian integral dalam menggali pemahaman yang lebih mendalam tentang kesetaraan gender. Dengan pendekatan ini, diharapkan gerakan kesetaraan gender dapat terus berkembang tanpa kehilangan arah dan tujuannya yang sejati.

Ayat Al-Quran Mengenai Kesetaraan Gender

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An-Nisa [4]: 34)

Ibnu Katsir menekankan peran laki-laki sebagai pemimpin, saudara perempuan yang paling besar, hakim, serta penegak kewajaran pada saat perempuan menyimpang. Menurutnya, Allah memberikan laki-laki potensi kepemimpinan yang mencakup keberanian, kekuatan, serta kesempurnaan din dan akal.

Dalam Tafsir Misbah, Prof. Quraish Shihab mengakui perbedaan antara perempuan dan laki-laki sebagai suatu keniscayaan yang tertulis dalam Al-Qur’an. Pemahaman ini menyoroti perbedaan biologis di antara keduanya. Dengan demikian, paragraf ini menggambarkan pandangan tafsir dari dua perspektif yang berbeda mengenai hubungan dan peran laki-laki dan perempuan dalam Islam.

Perlu diingat, penekanan pada potensi kepemimpinan laki-laki tidak seharusnya diartikan sebagai superioritas satu gender atas yang lain, melainkan sebagai pembagian peran yang seimbang sesuai dengan kodrat yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an.

Tinjauan Embriologi Antara Laki-Laki dan Perempuan

Pembentukan janin dimulai dari tingkat molekuler hingga membentuk individu yang utuh. Dalam proses ini, terjadi pembentukan ductus genitalis yang berhubungan dengan sistem gender manusia, terutama terbentuknya pada usia kehamilan sekitar 8 minggu (Langman, 2015).

Faktor transkripsi, seperti SRY dan WNT, memainkan peran penting dalam pembentukan gender dan mengatur perbedaan hormon antara laki-laki dan perempuan. Keduanya menentukan karakteristik fisik yang berbeda antara keduanya. Laki-laki cenderung mengoptimalkan hormon untuk pertumbuhan otot, sedangkan perempuan mengalami pelembutan kulit yang dipengaruhi oleh estrogen, sesuai dengan konsep “qowwamu” yang terdapat dalam Al-Qur’an, merujuk pada perbedaan fungsi hormon laki-laki dan perempuan.

Penekanan pada perbedaan biologis dan fungsional antara laki-laki dan perempuan dalam pandangan fundamentalis bertujuan menjaga kesetaraan gender. Harapannya, kesetaraan gender dapat terwujud dengan memahami perbedaan tersebut, tanpa mengurangi hak-hak perempuan atau memberikan beban tambahan pada tugas kompleks yang dihadapi oleh perempuan, sesuai dengan perkembangan zaman.


Faa’iz Mu’aafii Hibatullah (CSSMoRA Universitas Islam Malang 2021)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *