Nyai Badriyah Fayumi, seorang tokoh ulama perempuan yang menonjol di Indonesia saat ini, muncul sebagai pionir dalam menyuarakan gagasan brilian untuk keadilan dan kemanusiaan. Dilahirkan di Pati, Bumi Mina Tani, Jawa Tengah, beliau dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits. Kedua orang tuanya juga berasal dari latar belakang pesantren, memberikan fondasi kuat pada perjalanan keilmuannya.
Selama masa pendidikan tingginya, sebagai sarjana terbaik fakultas Ushuluddin tahun 1955, Nyai Badriyah Fayumi mewujudkan perspektif keadilan, khususnya dalam konteks perempuan. Dalam skripsinya yang mengupas hadis-hadis mengenai Sayyidah ‘Aisyah R.A, beliau mengungkapkan pandangan kritis Sayyidah ‘Aisyah RA terhadap isu-isu yang dihadapi perempuan. Menurutnya, perempuan memiliki kapasitas untuk menyelesaikan permasalahan mereka sendiri, mengingat perempuan dan laki-laki adalah makhluk yang sama-sama dilengkapi dengan akal pikiran.
Sebagai mantan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada periode 2010-2014 dan anggota Badan Wakaf Indonesia, Nyai Badriyah Fayumi telah mengemban tanggung jawab besar. Pada awal tahun 2017, bersama rekan-rekan aktifis Islam lainnya, beliau berhasil menyelenggarakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) di Cirebon. Kegiatan ini, sebagai yang pertama di Indonesia bahkan di seluruh dunia, memberikan platform bagi ulama perempuan untuk berinteraksi dan mendiskusikan isu-isu penting. Fokusnya meliputi kekerasan seksual, kerusakan lingkungan, dan pernikahan anak, membawa sorotan yang tajam dari perspektif perempuan terhadap isu-isu lokal dan global.
Gagasan Kepemimpinan Perempuan yang Digaungkan
Kepemimpinan perempuan, sebagai salah satu aspek krusial dalam Islam, sering menjadi subjek perdebatan yang intens. Dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Perempuan dalam Islam: Tinjauan Berbagai Perspektif,” Nyai Badriyah Fayumi menggali hadis yang dikritik terkait kepemimpinan perempuan:
“لَنْ يُفْلِحُ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً”
“Tidak akan berjaya suatu kaum yang mempercayakan urusannya (kepemimpinan publik politik) kepada perempuan.” (HR.Bukhari).
Nyai Badriyah Fayumi menilai bahwa penggunaan hadis ini sebagai dasar untuk secara mutlak melarang perempuan menjadi pemimpin negara adalah tidak tepat. Bagi beliau, baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki kualifikasi sebagai pemimpin dan mendapat dukungan rakyat dapat membawa negara dan rakyatnya menuju kemajuan dan kejayaan. Pemimpin yang adil dan mementingkan kemaslahatan, tanpa memandang jenis kelamin, merupakan kunci kesejahteraan bagi negara dan rakyat.
Nyai Badriyah Fayumi menerapkan kaidah, “العربة بخصوص السبب ال بعموم اللفظ” atau “khusus yang ditujukan untuk suatu keadaan yang khusus pula,” untuk memahami hadis tersebut. Menurutnya, hadis tersebut tidak berlaku secara universal dan tidak membatasi pergerakan perempuan, terutama dalam konteks kepemimpinan.
Beliau merenung pada masa Rasulullah Muhammad SAW. dan para sahabiyat, yang menjadi sumber inspirasi era kepemimpinan perempuan yang tidak hanya eksis tetapi juga diapresiasi dalam pembentukan syari’at Islam. Contoh seperti Sayyidah Khadijah RA., Sayyidah ‘Aisyah RA., Ummu Salamah, dan sahabat Syifa’ binti Abdullah, menciptakan landasan bagi perempuan dalam berperan dalam kepemimpinan.
Era Rasulullah saw. dan sahabiyat menjadi teladan dalam konteks kepemimpinan perempuan dalam Islam, menunjukkan bahwa hubungan yang asertif, aktif, proaktif, dan kritis antara pemimpin dan pengikutnya dapat membawa manfaat besar bagi masyarakat. Nyai Badriyah Fayumi menyoroti pentingnya kontekstualisasi dalam memahami hadis ahad terkait kepemimpinan perempuan, agar tetap relevan dengan perkembangan sejarah dan peradaban.
Sebagai mantan anggota Komisi VIII DPR dan Wasekjen MUI Pusat Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga, Nyai Badriyah Fayumi menekankan perlunya memahami hadis-hadis ini melalui pendekatan kontekstual yang cermat. Dengan menyematkan inspirasi dari sahabiyat sebagai model perubahan sosial yang kuat, beliau meyakini bahwa ulama perempuan dapat menjadi agen transformasi sosial yang berkelanjutan.
Dalam mengejar kepemimpinan perempuan sesuai dengan nilai-nilai Islam, Nyai Badriyah Fayumi menganggapnya sebagai warisan berharga dari masa lalu yang terus memberikan panduan bagi kita di masa sekarang dan di masa depan.
Pengalaman Santri PP Mahasina Darul Qur’an wal Hadits
Lusi Setiawati, seorang santriwati alumni Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’ani wal Hadits di bawah asuhan Nyai Badriyah Fayumi, berbagi pengalamannya sebagai santri yang kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) 2021.
Dalam ceritanya, Lusi mengungkapkan bahwa Nyai Badriyah Fayumi memiliki peran penting dalam membentuk nilai kepemimpinan di setiap santrinya. Organisasi yang dibentuk di pesantren menjadi sarana bagi mereka untuk aktif dalam berkhidmah, dengan prinsip kesetaraan antara putra dan putri. Nyai Badriyah Fayumi berusaha menciptakan miniatur kehidupan bagi para santrinya melalui keterlibatan dalam organisasi, dengan harapan mereka akan siap menghadapi berbagai tantangan di dunia luar kelak.
Pentingnya pemahaman dan penghayatan terhadap wawasan kebangsaan juga ditekankan oleh Nyai Badriyah Fayumi. Bagi santri, baik putra maupun putri, keseharian mereka tidak hanya terfokus pada kajian al-Qur’an dan kitab kuning, tetapi juga memahami nilai-nilai kebangsaan. Nyai Badriyah Fayumi bercita-cita agar banyak santri yang lahir dari pesantren tersebut dapat menjadi pemimpin yang berakhlak Qur’ani dan memiliki cinta tanah air.
Lusi Setiawati menekankan bahwa pengalaman menjadi santriwan di pesantren Nyai Badriyah Fayumi sangat berkesan. Tiap pengetahuan yang disampaikan oleh Nyai Badriyah Fayumi selalu terhubung dengan realitas kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Kepekaan terhadap isu-isu masyarakat dibangun melalui pemahaman mereka terhadap pengetahuan yang diterima, sehingga diharapkan para santri dapat menjadi individu yang sadar dan responsif terhadap dinamika masyarakat di masa depan.
Sumber :
Ulya (2018). Nyai Badriyah Fayumi : Mufassir Perempuan Otoritatif Pejuang Kesetaraan Dan Moderasi Di Indonesia, Hermeneutik: Jurnal Ilmu Al Qur’an dan Tafsir, Vol. 12, hlm. 70
Tim Penulis KPRK MU (2022), “Kepemimpinan Perempuan dalam Islam: Tinjauan Berbagai Perspektif”, Jakarta : Penerbit Cendekia
Riwayat Hidup Badriyah Fayumi. Diakses pada 5 Oktober 2023 dari https://kupipedia.id/index.php/Badriyah_Fayumi#Riwayat_Hidup
Wawancara dengan Lusi Setaiwati, Alumni Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an Wal Hadits
Ismi Rezki Amaliyah (CSSMoRA MA Kebon Jambu 2020)