Akhir-akhir ini media nasional maupun internasional sedang digemparkan oleh berita tentang serangan yang dilakukan Israel pada warga Palestina. Selasa lalu pada tanggal 31 oktober 2023 Israel telah menjatuhkan bom udara seberat 6 ton di kamp Jabalia yang merupakan tempat pengungsian terbesar yang berada di jalur gaza. Ada sekitar 400 orang yang tewas dan terluka dalam tragedi tersebut.
Mari kita renungkan bersama, baik dari pihak Palestina maupun Israel telah banyak memakan korban. Banyak dari bayi, anak-anak, perempuan dan orang tua yang tidak bersalah yang harus mengorbankan nyawanya. Sebenarnya apa yang terjadi? Apakah ini konflik agama? Apakah benar kita harus memboikot Israel? Siapakah yang harus kita dukung? Bagaimana cara mendukungnya? Apakah langkah kecil kita berarti? Barangkali Itu adalah sebagian pertanyaan yang sering dilontarkan terkait situasi saat ini.
Sebenarnya konflik antara Israel dan Palestina telah dimulai sejak tahun 1948 yaitu sejak dikeluarkannya mandat britania yang diperumit dengan deklarasi balfour 1917 di mana inggris menjanjikan untuk memberikan dukungan terhadap pendirian “rumah nasional” Yahudi di Palestina. Inggris dan Prancis membentuk “wilayah administrasi musuh yang diduduki” bersama wilayah yang dulunya merupakan Suriah Utsmaniyah. Inggris mencapai legitimasi dengan mendapatkan mandat dari liga bangsa-bangsa pada Juni 1922. Selama masa mandat wilayah banyak menyaksikan gelombang imigrasi besar-besaran Yahudi yang mendesak komunitas asli Palestina. Seiring berjalannya waktu Palestina khawatir terhadap keterdesakan demografi mereka, maka mereka mulai melakukan pemberontakan karena mandat britania dinilai merugikan bagi bangsa Arab yang bermukim di Palestina. Kasus ini berlanjut dengan terjadinya tragedi deir yassin yang menjadi awal lahirnya negara Israel. Ilan pappe dalam bukunya “the ethnic cleansing of palestine” menyebutkan bahwa pembunuhan dan pembantaian massal merupakan bagian dari pembersihan etnis secara sistematis yang diterapkan oleh para politikus, komandan, dan petinggi Israel untuk mengusir penduduk Arab dari wilayah yang mereka impikan untuk menyongsong masa depan negara Israel.
Apa yang terjadi di kamp Jabalia kemarin seharusnya cukup jelas untuk membuka mata kita, dan mengetuk pintu kemanusiaan kita. Bahwa atas dasar apapun membunuh nyawa yang tidak bersalah adalah hal yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Melihat dari sudut pandang Palestina, merekapun bertanya-tanya, apa salah anak-anak dan bayi kami sehingga mereka harus dibunuh? Apa yang kami lakukan sehingga kami harus diusir dari tanah kami sendiri? Dimana para manusia yang dipersaudarakan dalam iman maupun kemanusiaan?
Free palestine from the river to the sea, adalah adagium yang digunakan untuk mendukung Palestina dakam upaya melawan diskrimaninasi pendudukan yang mencakup seluruh ruang dimana hak-hak warga Palestina diabaikan bahkan diingkari. Ungkapan tersebut mendarah daging mengacu wilayah laut mediterania dan sungai yordan, dimana kedua wilayah tersebut mewakili keinginan hak untuk kembali, pembebasan serta dekolonisasi Palestina. Beberapa wilayah seperti wina, inggris dan austria melarang penggunaan slogan ini untuk mendukung Palestina karena dianggap mempertanyakan hak hidup warga Israel. Menurut penuturan negara pro zionis, menganggap bahwa slogan tersebut mengandung makna genosida (pembantaian massal) terhadap warga Israel yang didasarkan pada rasisme dan islamophobia. Sehingga ungkapan tersebut dipahami sebagai bentuk seruan atau ajakan untuk melakukan kekerasan sehingga mengancam keamanan warga negara. Akibatnya banyak negara yang melarang penggunaan lambang bendera Palestina.
Setelah perang enam hari di tahun 1967, Israel mengeluarkan larangan untuk pengibaran bendera Palestina dan akan menangkap siapapun yang mengibarkannya. Sadar akan keterbatasannya, para aktivis menyadari bahwa irisan buah semangka sama dengan warna bendera Palestina. Mereka kemudian membawa irisan buah semangka ke berbagai demonstrasi sebagai bentuk perlawanan. Dari situ kemudian berkembang banyak karya seni, mural dan grafiti sebagai bentuk dukungan terhadap perlawanan rakyat Palestina.
Semangka lebih dari sekedar buah dengan rasa segarnya. Semangka adalah sebuah simbol ketahanan, kekuatan, dan semangat perjuangan rakyat Palestina. Sama halnya dengan semangka yang tumbuh subur dalam keterbatasan sumber daya, begitu pula dengan perjuangan dan dukungan yang terus dikobarkan untuk perlawanan Palestina. Mari bersama-sama mendukung Palestina dengan kemampuan yang kita punya. Lakukan apapun yang bisa kita lakukan untuk membantu saudara kita, sekecil apapun itu. Dukungan sekecil dan sesederhana apapun dari kita akan tetap berdampak. It’s so powerfull. Kita tunjukkan pada dunia bahwa kita ada bersama Palestina. Dan kita berdiri untuk itu.
#wargaPalestinabutuhdukungan #jangansuruhkamidiam #kamiakantetapberisik
Triyana R (CSSMoRA MA Kebon Jambu 2020)