KITA MANUSIA DAN KITA BERBEDA

CSSMoRA – Kejadian bagaimana orang-orang-meskipun tidak semuanya, tapi banyak-menghadapi perbedaan dengan kekerasan, saling mencaci maki, dan saling menyudutkan begitu memilukan. Dan hal itu terjadi baru-baru ini, tentang bagaimana satu kelompok dengan kelompok lainnya saling lempar tuduhan dan kata-kata kasar. Mungkin dalam rentang waktu ke depan, pembahasan seperti ini juga masih relevan.

Perbedaan merupakan kepastian yang tak terelakkan, maka perbedaan bukanlah sesuatu yang harus diluruskan dan dikecam. Entah itu berbeda ras, suku, pendapat, atau pola pikir serta sudut pandang. Terkait perbedaan ini telah disampaikan di dalam Al-Qur’an yang pasti kebenarannya, seperti pada Q.S. Al-Hujuraat: 13 dan Q.S. Ar-Rum: 22. Sehingga perbedaan bukan masalah dan jangan dijadikan sebagai masalah.

Adalah kita yang harus bijak dalam menghadapi sesuatu yang berbeda dari kita. Menghadapi perbedaan itu dengan toleransi. Toleransi merupakan sifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Kita boleh berdebat dan bertukar pikiran dengan orang-orang yang berbeda pandangan, pendapat, pendirian dengan kita. Namun, bukan berarti memaksakan hal tersebut kepada orang lain. Hal ini diperlukan agar perbedaan tidak mudah menjadi penyebab kita terpecah belah dan bermusuhan. Lebih lengkapnya dalam point-point yang akan sedikit diuraikan dibawah.

Pertama, Jika kita merasa yakin sudut pandang kita akan satu hal adalah yang benar, bukan berarti sudut pandang orang yang lain adalah salah atau keliru. Dalam menghadapi perbedaan sebelum menghakimi orang lain atau memberikan stempel salah pada pendirian yang berbeda dengan milik kita, hal pertama yang tidak boleh sama sekali kita tinggalkan adalah memahami perbedaan tersebut. Seperti analogi yang telah umum saja, jika satu ditambah tiga adalah empat itu bukan berarti dua ditambah dua adalah empat merupakan cara berpikir yang salah.

Kedua, bersikap tenang dan menurunkan ego atau menyingkirkan fanatisme terhadap satu kelompok agar tidak memengaruhi objektifitas kita dalam menilai perbedaan. Hal ini terhubung dengan point pertama. Karena, ego yang kita pegang teguh dan fanatik terhadap satu kelompok akan menutup pandangan kita untuk lebih jeli melihat kebenaran pada satu hal atau orang lain yang tentu berbeda dengan kita.

Ketiga, menerima perbedaan itu. Pun jika orang dengan perbedaannya adalah apa yang kita yakini sebagai satu hal yang salah, maka tugas kita adalah membukakan jalan dan menunjukkan kepada apa yang kita yakini sebagai kebenaran itu. Pertanyaan “apakah dia ingin menapaki jalan yang kita yakini benar atau tetap pada jalannya?” adalah kemerdekaannya untuk memilih. Memaksakan yang benar menurut kita hanya akan membuatnya lebih jauh dari hal tersebut.

Keempat, kita berbeda bukan berarti kita adalah musuh yang harus saling menyudutkan. Perbedaan adalah hal yang biasa, kita akan selalu menemui perbedaan kemana pun kita pergi. Jika kita sama dalam satu pendapat, toh bisa jadi kita akan berbeda selera humor dan cara menghormati. Jika kita sama dalam urusan suku dan ras, toh bisa jadi kita berbeda lidah dalam menikmati makanan. Dan masih banyak semisal-semisal kita sama tapi kita berbeda. Namun, itu bukan menjadi alasan “kita berbeda dan saling bermusuhan”.

Poin toleransi di atas mengajak kita semua untuk memiliki wawasan yang lebih luas lagi dalam memandang perbedaan. Wawasan yang luas akan menumbuhkan buah kebijaksanaan. Kebijaksanaan diharapkan dapat menghilangkan sekat-sekat dan memadamkan api permusuhan, serta menepis rasa kebencian dengan alasan “kita berbeda”.

Lebih jauh lagi, yang perlu kita pahami agar tidak terjerumus pada pola pemikiran yang salah adalah toleransi yang hendak saya tuliskan merupakan tenggang rasa dan memahami hakikat bahwa kita tidak selalu sama dan pasti akan berbeda. Bukan menerima penyimpangan dan sesuatu yang sungguh salah secara agama maupun moral.

Toleransi merupakan sarana agar kita bijak dalam memandang perbedaan, bukan penyimpangan sosial atau satu hal yang jelas salah. Semisal menerima begitu saja jika ada orang-orang yang berpikir LGBT itu sah-sah saja. Padahal, hal tersebut merupakan sesuatu yang benar-benar salah di mata masyarakat maupun agama. Namun, kita tetap harus menghormati dan menerima dia sebagai manusia semestinya, hanya saja perilaku LGBT-nya yang tidak dapat diterima dan dibenarkan.

Yang seperti ini sangat penting untuk diperhatikan agar perilaku yang salah tidak dinormalisasi sehingga dapat merusak moral.

Kontributor: Addinul Islam, anggota CSSMoRA Ma’had Aly As’adiyah Sengkang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *