Biografi Ibnu Katsir dan Kitab Tafsirnya

CSSMoRA – Biografi tokoh Ibnu Katsir Nama asli Ibnu Katsir adalah Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir Al-Bashri al-Dimisqi al-Faqih asy-Syafi’i. Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 di timur Bashrah yang merupakan wilayah bagian Damaskus. Ketika berusia dini, Ibnu Katsir sudah memulai mengembara dalam mencari pengetahuan. Di usia tujuh tahun, ia mengunjungi Damaskus bersama saudaranya pada tahun 706. Ayahnya meninggal pada tahun 703 saat Ibnu Katsir masih belia, kehidupannya dibantu oleh saudaranya. Ibnu Katsir mempunyai banyak kemampuan, diantaranya ingatan yang kuat dan kemampuan memahami. Disamping menguasai bahasa dan merangkai syair, Ibnu Katsir juga menghafal dan menulis banyak buku. Setelah berguru kepada banyak ulama, semisal Syaikh Burhanuddin Al-Fazari dan Kamaluddin bin Qodhy suhbah, Ibnu Katsir mengokohkan ilmunya. Kemudian ia menyunting putri Al-Hafidz Abu Al-Hajjaj Al-Muzzi. Dalam bidang hadits, Ibnu Katsir mengambil banyak dari Ibnu Taimiyyah, disamping itu ia juga menyimak banyak ilmu dari berbagai ulama, menghafal banyak matan, mengenali sanad, biografi tokoh dan sejarah di usia muda.

Adapun beberapa kitab karangan Imam Ibnu Katsir 1. Tafsir al Qur’an al Azhim 2. Al-Bidāyah wa al-Nihāyah, 3. Ikhtishar ‘Ulumul al-Hadist, 4. Jami al-Masanid wa Al-Sunan, 5. Takhrij Ahadistsi Mukhtashar Ibn Hajib, 6. Al-Takmil fi Ma`rifah al-Tsiqaaat wa al-Dhu’afa’i wa al-Majahil, 7. Dll.

Biografi kitab Kitab tafsir al-Qur’an al azhim termasuk kitab tafsir yang tergolong dalam tafsir bil-ma’tsur atau disebut juga tafsir riwayat yang dimana di dalamnya Ibnu Katsir menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an atau, menafsirkan al-Qur’an dengan hadist nabi, menafsrikan al-Qur’an dengan qoul shahabat dan tabi’in. Adapun yang mengatakan bahwa kitab tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab bil-ra’yi, maka hal ini tidak juga sepenuhnya salah, namun bentuk tafsir bil-ma’tsur lebih mendominasi. Hal itu dibuktikan banyaknya hadis-hadis yang digunakan oleh Ibn Katsir dalam penafsirannya. Hal ini bisa jadi, dikarenakan bahwa Ibnu Katsir adalah seorang yang pakar di bidang hadis (dan diberi gelar sebagai muhaddis). Dalam kitab tafsir ini, Imam Ibnu Katsir menggunakan metode tahlili. Tahlili ada suatu metode menafsirkan ayat sesuai dengan susunan mushaf, menjelaskan secara rinci asbanun nuzul, munasabah antar surah, terkadang juga merincikan aspek kebahasaannya. Adapun coraknya, Ibnu Katsir menggunakan corak bahasa. Hal ini terbukti karena di dalam kitab tersebut banyak membahas unsur kebahasaan seperti i’rab, balaghah, serta nahwu.

Tafsir al-Qur’an al-Azhim mempunyai kelebihan dalam metode yakni menyebutkan ayat lalu menafsirinya dengan ungkapan yang mudah dan ringkas. Jika satu ayat bisa ditafsiri oleh ayat lain, maka ia menyebutkannya lalu membandingkan kedua ayat dan menjelaskan maksudnya. Selanjutnya ia menyebutkan beragam hadits marfu’ yang berkaitan dengan ayat dan menjelaskan apa yang perlu dijelaskan. Dilanjutkan dengan penyebutan ucapan para sahabat, tabi’in dan kaum salaf sesudah mereka.

Nampak Ibnu Katsir mentarjih satu pendapat atas pendapat yang lain, menshahihkan sebagian dan mendhaifkan sebagian yang lainnya. Hal ini karena pengetahuannya tentang beragam disiplin ilmu hadits dan rijal hadits. Ibnu Katsir mengingatkan kita terhadap kisah-kisah israiliyyat, adakalanya mengingatkannya secara umum dan terkadang merincinya. Hal lain yang nampak, bahwa Ibnu Katsir melibatkan diri salam pembicaraan tentang selisih pendapat antara ulama dalam soal fiqih berikut dalil masing-masing manakala menafsiri ayat ahkam.

Kontributor: Siti Aisyah, anggota CSSMoRA Ma’had Aly As’adiyah Sengkang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *