Tak Ada yang Lebih Sakit dari Ditinggalkan (Bag. 1)

CSSMoRA – Malam itu seperti biasanya, kami sibuk dengan kegiatan kami semua, ribut, penuh cerita, penuh tawa ria. Aku berkutat dengan hapeku, berusaha keras menyelesaikan satu editan dalam posisi telungkup yang sangat fokus. Yang tidak kusadari, diluar malam itu gelap, cahaya-cahaya bintang memudar dan meredup, jangan tanyakan bulan, ia nampak nya terlalu malu untuk menampakkan diri.

Merenggangkan badan, sayup-sayup ku dengar langkah kaki dari kejauhan, saling berlomba saling mengejar “nampaknya orang ini tengah terburu-buru” pikirku. Semakin lama derap langkahnya terdengar semakin besar, saling bersahutan. Tidak. Dia tidak cuma berjalan, ia berlari seperti tengah dikejar setan. Tiba-tiba, di depan kamarku suara mengerem paksa terdengar, derap kaki itu berhenti, dan tanpa jeda, tanpa mengendalikan deru napasnya yang memburu ia berteriak lantang, hal penting datang, batinku. aku mendongakkan kepala, kupasang telinga baik-baik. Kabar macam apa ini yang dibawa dengan berlarian. Dengan deru nafas yang tidak teratur, suara yang bergetar, dengan teriak lantang yang tidak disengaja “Anregurutta telah berpulang!!!. Kawan sekalian kuatkan hati, Anre gurutta telah berpulang!!, Anregurutta telah benar-benar sembuh dari kerinduannya pada Sang Pencipta” “Duarrrrr” Bagaikan petir disiang hari. Membawa guntur menggelegar. Menyambar langsung menusuk hati. Semua orang terkesiap, mematung dan menjeda segala aktifitas. Yang tertidur, terbangun, yang duduk berdiri. Tidak percaya, aku tidak percaya, kami semua tidak percaya. ini mungkin saja kesalahpahaman, Anregurutta memang sakit namun tak parah untuk tiba-tiba tiada dan pergi, aku tidak percaya, kami semua tidak percaya. Satu persatu berteriak “jangan bercanda!!!” “Jangan kau coba-coba berbohong!!” “Kenapa bisa??” Semua orang berteriak, menyuarakan ketidakpercayaan. Aku. Yang baru saja sadar dari keterkejutan. Kusambar hapeku, secepat yang kubisa berselancar dalam WhatsApp, ku buka segala ruang grup yang bisa ku buka. Meneliti segala pesan masuk. Kabar itu dikonfirmasi.

Lunglai, lemas, linglung, hilang semua energiku, pulpen yang kupegang jatuh tanpa sadar, tak mampu aku berkata, aku.. Aku hilang kata-kata. Genaplah kegelapan malam itu, ternyata bulan tak muncul bukan karena malu, ia diliputi kesedihan yang sangat. Langit menggelap bukan karena akan hujan, tapi ia bersedih karena telah hilang satu kecintaannya. Bintang-bintang meredup karena ia tengah lemas dan lunglai seperti ku. Ruang kamar sudah menjadi henyak dan sesak sesaat setelah kabar itu dikonfirmasi, semua orang terbungkus diam dan termenung. Kehilangan tenaga. Beberapa yang lain tak henti menangis histeris tak terima, beberapa yang masih kuat bertahan, saling menyemangati. Wajah-wajah menjadi pucat, mata memerah dan ingus merambat turun, suara-suara parau disembunyikan. Tangis di mana-mana. Di kamar, di bilik-bilik WC. Dibawah selimut. Dibalik pintu, di teras asrama, di halaman, di masjid. Pondok dipenuhi tangis getir, gelap dan sedih.

Penulis: Ihsanuddin, anggota CSSMoRA Ma’had Aly As’adiyah Sengkang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *