Seorang santri di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah dibakar oleh seniornya karena menolak mengumpulkan handphone nya. Fakta ini sungguh mengejutkan, karena di negeri ini banyak sekali pondok pesantren mulai dari yang tradisional hingga modern. Banyak para orang tua yang memercayakan anaknya agar dididik dengan baik di pesantren yang dipilihnya, Namun, dengan adanya kejadian ini akan mencoreng nama baik pesantren sebagai lembaga pendidikan pembentukan karakter serta akan menimbulkan kekhawatiran dikalangan orang tua santri.
Mengapa kasus kriminal di kalangan santri bisa terjadi? Bukan kah di dunia pesantren santri diajarkan rasa kekeluargan, kebersamaan (ukhuwah) yang tinggi karena mereka berkumpul dari berbagai daerah, sifat dan latar belakang yang berbeda. Selain itu di pesantren diajarkan hidup mandiri, bermental kuat dan bertanggung jawab. Tutur kata dan sikap lembut begitu dikenal di dunia pesantren, kepada yang tua hormat, kepada yang muda sayang. Para santri pun dikenal memiliki adab yang luar biasa, sehingga akhlak yang terpancar berdiri indah.
Gambaran dunia pesantren yang baik dan penuh dengan aktivitas keagamaan seakan hilang dengan adanya fakta yang mencengangkan ini, perlu evaluasi yang serius di dunia pendidikan termasuk pesantren. Setidaknya ada beberapa faktor mengapa kekerasan begitu marak pada generasi muda termasuk santri.
Jika anak tak memiliki pondasi akidah yang kuat, maka akan mudah terbawa arus kebebasan. Baik kebebesan berpikir, berbicara dan bertindak termasuk melakukan kekerasan.
Ketegasan dalam proses mendidik antara senior dan junior dibutuhkan, tetapi bukan keras dan kasar.
Memang di dunia pesantren dikenal istilah ta’zir yaitu menghukum siapa saja yang salah dan melanggar aturan. Namun, hukuman tersebut sebaiknya yang mendidik bukan mendiskriminasi. Menguji mental santri tidak harus selalu dengan kekerasan atau cara yang kasar.
Kasus kriminal marak terjadi tak terkecuali di lembaga pendidikan yg seharusnya menjadi pelopor dalam menjaga martabat kemanusiaan. Tentunya setiap lembaga pendidikan apalagi pesantren memiliki kultur pendikan yang baik sebagai instrumen dalam membentuk karkter serta peningkatan keilmuan, namun segala sistem yg dimiliki perlu di pastikan lagi penerapannya dengan adanya pengontrolan yg masif terhadap berbagai aktivitas yang ada di lembaga pendidiakan tersebut. sistem yang diterapkan di zaman lahirnya Imam Syafi’i, Imam Ghazali, Ibnu Sina, Al Khawarizmi bisa menjadi cerminan dalam membentuk watak generasi muda.
Kontributor: Salma Daffa Immania, KOMINFO Nasional CSSMoRA