Dalam rangka penyambutan hari lahir Nasional Nahdlatul Ulama menuju satu abad, 250 pasantren di Indonesia diberikan kesempatan untuk merumuskan permasalahan terkait fikih peradaban melalui forum halaqah. Dengan tujuan mengkontemporerkan kembali kitab-kitab turats (kuning klasik) agar lebih relevan dengan perpolitikan bangsa hari ini, melalui rumusan-rumusan para santri mengenai politik dalam berbangsa.
Kali ini Halaqah hadir di Pondok Pesantren Tebuireng. Banyak instansi yang berkontribusi dalam acara ini salah satunya Ma’had Aly Hasyim Asy’ri selaku salah satu Unit Pondok Pesantren Tebuireng Raya. Halaqah yang bertajuk “Fikih Siyasah dan Negara Berbangsa” tersebut diselenggarakan di lantai ke-3 gedung Yusuf Hasyim Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Sabtu (17/09/2022).
Hadir di Tebuireng beberapa tokoh Nahdhatul Ulama sebagai narasumber, diantaranya Frof. Dr. Masykuri Bakri, M. Si., beliau selaku ketua PCNU sekaligus rektor UNISMA Malang. Prof. Masykuri mengatakan, perspektif fikih akan senantiasa mengalami perubahan, hal itu adalah gambaran bagaimana suatu dinamika kehidupan dari zaman Khulafaurrasyidin, Umayyah, Abbasiyah, Turki Usmani dan lain sebagainya hingga saat ini, tidak bisa lepas dari kekhilafahan yang terjadi saat itu. Hal ini dilatarbelakangi oleh perspektif yang berbeda, serta pluralitas yang luarbiasa serta multikultural dari setiap bangsa. Hal-hal seperti inilah yang memunculkan pradaban-peradaban baru.
Dilansir gambaran nyata adalah dialog antara yusuf Qardhawi dengan Syeikh Yasin. Qardhawi mengatakan khilafah akan tetap tegak berdiri di muka bumi, sementara Syekh Yasin mangatakan bahwa itu hanyalah satu mimpi yang tidak akan pernah terjadi. Khilafah memang pernah jaya di masa Abbasiyah, bahkan kekhilafahan Usmaniyah dulu sangat jaya hingga menjadi negara sekuler dan tumbang dari khilafah. Ini merupakan suatu dinamika khidupan.
“Dalam hal ini muncullah dua pemikiran. Yang petama pemikiran idealis yaitu ideologi yang menjadikan al- Qur’an dan hadis segbagai ideologi satu bangsa. Pemikiran idealis akan memunculkan kontroversi-kontroversi, polemik- polemik, dan dinamika dalam kehidupan. Yang kedua pemikiran realistis yaitu di mana suatu komunitas atau bangsa yang memiliki keanekaragaman suku, agama, ras, dan adat istiadat, tentu menjadikan Al-Qur’an dan hadis sebagai landasan hukum adalah mimpi”. Ujar Prof. Masykuri.
Maka dari sinilah Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asy’ari sangat mendukung Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Bahkan secara fikih ini sudah dilegalitaskan karena tidak ada unsur yang bertentangan antara pancasila dan agama Islam. Dalam al-Qur’an tidak ada ayat yang menyebutkan perlunya berdiri sebuah negara Islam. Dibuktikan dalam piagam atau konstitusi madinah, Rosululloh SAW. telah menstabilitaskan dinamika keumatan negara Madinah. Tanpa menegasikan konflik antara kaum muslimin dengan Yahudi, sehingga konstitusi ini efektif membimbing rakyat Madinah meskipun dalam skema multikuturalisme agar senantiasa menjunjung nilai toleransi.
“Begitu juga dengan Hadratussaikh Hasyim Asy’ari beliau ingin menumbangkan ideologi politik asing di Indonesia, menghentikan eksploitasi ekonomi asing, karena secara realistis bangsa Indonesia mampu membangun demokrasi sendiri tanpa adanya intervensi dari negara asing, ini yang disebut kadaulatan negara” lanjut Prof. Masykuri.
“Maka dari itu wajib hukumnya untuk membela negara kesatuan republik Indonesia dan haram hukumnya memecah belah warga Indonesia, kata-kata seperti inilah yang dikibarkan oleh hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Maka dari sini saya melihat Hadratusyyaikh suka mengembangkan apa yang disebut husnul mu’amalah, walaupun berbeda-beda suku, agama, ras, beliau mampu memberi sebuah pengayom dan mengajak satu sama lain untuk hidup damai” Ungkap Prof. Masykur.
Dikutip inilah cita- cita Nahdhatul Ulama, cita-cita peradaban yang menjunjung tinggi perdamaian. Luar biasa sekali apabila Indonesia dengan skema multikultural dapat mengkontekstualisasikan fikih peradaban ini dalam perpolitikan berbangsa dan bernegara.
Ditulis oleh Atsna Khotimah, anggota CSSMoRA Ma’had Aly Hasyim Asy’ari semester 1