Keistimewaan Bulan Muharram di Desa Kajen

Bulan Muharram Perspektif Islam

Bulan muharram merupakan bulan pertama dalam Islam dan awal dari penanggalan kalender Hijriyah. Pada bulan ini banyak terjadi peristiwa penting bagi umat Islam, dijelaskan di dalam kitab I’anah at-Thalibin bahwa pada bulan muharram diterimanya taubat Nabi Adam as setelah diturunkan dari surga, diselamatkannya Nabi Ibrahim as dari bakaran apinya raja Namrud, diampuninya kesalahan Nabi Muhammad saw yang telah lewat dan yang akan datang dan masih banyak peristiwa lainnya. Begitu juga dianjurkan untuk berpuasa pada bulan muharram (puasa tasua dan asyuro), dari kisah dan ketetapan ini dapat diketahui bahwa Allah SWT sangat memuliakan bulan muharram dengan berbagai peristiwa dan sejarah penting dalam Islam yang terjadi pada bulan muharram.

Bulan Muharram di Desa Kajen

Desa Kajen terletak di kecamatan Margoyoso kabupaten Pati, di Kajen tercatat ada 30-an pondok pesantren dan 4 madrasah, Kajen sangat terkenal dengan pondok pesantrennya yang sangat khas dengan kitab kuning beserta ke NU-annya yang sangat kental. Di desa ini memiliki jumlah santri yang lebih banyak ketimbang jumlah masyarakatnya, penduduk desa yang mayoritasnya santri, maka tidak heran jika desa ini dijuluki sebagai kota santri.

Peringatan muharram di desa Kajen sangat unik, penduduk setempat menyebutnya dengan istilah suronan, momen ini sangat ditunggu-tunggu, baik dari kalangan masyarakat, santri dan pedagang yang dilaksanakan satu kali dalam setahun. Latar belakang yang menjadikan suronan di Kajen sangat meriah karena peringatan haul Syaikh Ahmad Mutamakkin sebagai pembawa syi’ar ajaran agama Islam pertama ke Kajen.

Tradisi suronan pada bulan muharram di Makam Syekh Ahmad Mutamakkin membawa berkah tersendiri bagi warga, dikarenakan ramai dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah. Banyaknya pengunjung yang berziarah membuat para pedagang musiman membanjiri kawasan desa Kajen. Ada yang menjual aneka kuliner, jajanan, suvenir, hingga pakaian.Berkah peringatan Haul Mbah Mutamakkin setiap bulan suro. Banyak pengunjung datang dari berbagai daerah, sehingga memberi peluang usaha bagi penduduk, selain menjadi bagian dari syiar agama, tradisi suronan ini ikut meningkatkan perekonomian warga sekitar, bahkan pedagang musiman dari luar daerah.

Beberapa tradisi yang diadakan setiap tahun, antara lain takhtimul qur’an bil ghoib, tahlil muqoddimah, jeguran, manaqiban dan doa’ bersama untuk Syaikh Ahmad Mutamakkin, yang tidak kalah menarik adanya kirab budaya oleh seluruh masyarakat Kajen mulai dari masyarakat, santri dan undangan dari tetangga desa Kajen dan pondok pesantren, pada saat 10 muharram (suro) puncak dari haul ini penduduk desa ikut pawai turun ke jalan menyaksikan penampilan-penampilan menarik yang memenuhi halaman dan jalan desa, sehingga tidak heran kalau suronan ini kerap dinamakan sebagai lebarannya desa Kajen.

Tradisi 10 sura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam pengajaran sastra. Hal ini dapat digunakan sebagai materi pendidikan lokal di sekolah-sekolah formal. Tradisi 10 Sura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini dapat dijadikan aset kekayaan khasanah budaya yang eksis di masyarakat Pati dan diakui keberadannya sampai dengan sekarang.

Makam Syekh Ahmad Al-Mutamakkin adalah tempat yang dianggap sakral dan mubarokah bagi masyarakat pendukungnya. Tradisi 10 Sura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini sudah dikenal keberadannya oleh sebagai tempat untuk berziarah. Setiap tahunnya banyak masyarakat pendukungnya yang datang dari berbagai wilayah Pati bahkan dari berbagai belahan pulau Jawa serta para peziarah yang datang dari luar pulau Jawa. Hal itu seyogyanya ada upaya peningkatan mekanisme pengelolaan makam yang digunakan sebagai tempat berziarah dan dapat dijadikan sebagai potensi dalam rangka kesejahteraan terutama bagi masyarakat Kajen sendiri. Desa Kajen dengan keterbatasan tanahnya tidak memiliki tanah bengkok bagi perangkatnya dan tidak adanya lahan pertanian dan perkebunan. Pengembangan pengelolaan dalam tradisi 10 sura Syekh Ahmad Al-Mutamakkin ini juga dapat dijadikan sebagai objek pariwisata spiritual yang dapat dikembangkan potensinya bagi kabupaten Pati.

Penulis: Ahdad Alwi

Mahasantri CSSMoRA Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda fi Ushul al-Fiqh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *