Belajar Meningkatkan Kemampuan Menulis Santri DI Pondok Pesantren

A. Pendahuluan
Menulis merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki dalam kehidupan seseorang. Kemampuan menulis ini merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis (penting). Ciri-ciri orang yang berpikir secara kritis yaitu berusaha untuk menemukan informasi yang berasal dari kebenaran dan dapat dipercaya. Ciri-ciri ini dapat kita kembangkan melalui dengan adanya pelatihan yang dilakukan dengan cara terus- menerus. Menjelaskan tentang menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis. Tulisan ini merupakan sebuah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan dapat disepakati pemakaiannya. Menulis tersebut pada hakikatnya adalah melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang bisa dipahami seseorang.
Berdasarkan pengamatan terhadap para santri di pondok pesantren Yang mengalami kesulitan dalam menulis. Ada macam jenis tulisan yang dianggap lebih sulit daripada ragam bahasa lisan. Hal seperti ini terbukti bahwa santri lulusan pondok pesantren lebih menguasai bahasa arabnya daripada bahasa Indonesia. Begitu banyak pondok pesantren, salah satunya Yaitu pondok pesantren darul ulum Yang beralamat di jln. Langga payung- gunung tua. Pesantren ini memiliki sekolah formal yang berada di lokasi tersebut. Sekolah formal tersebut berupa SD, SMP, dan SMA. Mayoritas santri di pondok pesantren tersebut juga menjadi siswa di sekolah formal tersebut. Hal ini juga menjadikan santri yang berada di pondok supaya menarik untuk menulis/meneliti.
B. Pembahasan

  1. Kemampuan santri menulis karangan
    A. Teori atau kaidah berbahasa sudah diperoleh santri di sekolah formal, baik itu SD, SMP, juga SMA. Mayoritas santri di pondok pesantren juga merupakan siswa atau pelajar di SD, SMP, SMA Islam terpadu yang merupakan satu lokasi dengan pondok. Seperti sekolah formal yang pada umumnya memiliki pendidikan yang disyaratkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan. Pendidikan nasional mewajibkan setiap sekolah untuk memberikan jadwal mata pelajaran bahasa Indonesia. Pada jadwal mata pelajaran tersebut memiliki jumlah jam yang berbeda-beda. Sebagian lama jumlah jadwal mata pelajaran tersebut antara 2-4 jam pelajaran.
    B. Para ustaz atau ustadzah lebih sering memberi tugas yang mengutamakan keterampilan berbicara daripada menulis. Hal ini dapat diketahui dari jadwal khitobah. Khitobah yang dilakukan santri itu meliputi 3 bahasa yaitu, Arab, Inggris, dan Indonesia. Sebelum melakukan khitobah, santri dapat menyiapkan atau menyusun naskahnya. Namun demikian, naskah tersebut tidak untuk diperiksa melainkan langsung diperaktikkan. C. Pondok tidak memiliki pengasuh yang kompeten dalam hal berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada pengelola pondok yang kompeten di bidang tersebut. Pengelola pondok hanya memiliki kemampuan dan kemahiran dalam berbahasa Arab juga hal yang terkait Al Qur’an itu hadis. Untuk itu kemampuan santri dalam menguasai bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah yang diperoleh di sekolah formal.
  2. Kesalahan yang dilakukan para santri dalam menulis karangan gambaran yang ditulis
    Menulis adalah sebuah keterampilan yang dimiliki oleh setiap individu, termasuk para santri. Didalam kegiatan menulis tersebut akan terciptalah pola pikir dan kreatif. Data yang menunjukkan bahwa santri belum memahami benar untuk jenis-jenis karangan. Hal ini dapat diketahui jawaban atau karangan (cerita) yang diberikan. Karangan santri yang berjumlah 20 itu ditulis oleh santri putra 5 dan santri putri 15. Disini menunjukkan bahwa santri putri lebih terampil dengan menulis daripada putra. Keadaan tersebut berbeda dengan santri putri. Santri putri lebih senang menulis. Meskipun sebenarnya santri putri juga mengalami permasalahan yang sama, yaitu kesulitan dalam mencari ide. Hasil wawancara menyatakan bahwa santri di pondok pesantren baik putra maupun putri kurang memahami ihwal bahasa Indonesia. Pesantren merupakan tempat menimba ilmu agama, yaitu agama Islam. Pengetahuannya lebih banyak menggunakan bahasa Arab, oleh karena itu santri justru bisa dalam berbahasa Arab, baik dalam bicara ataupun menulis. Kurikulum di pondok memang tidak terikat seperti di sekolah formal. Artinya, tidak Ada yang mengatur bahwa pondok pesantren harus memiliki seperangkat pembelajaran. Sekolah formal harus mengikuti kurikulum yang diberlakukan pemerintah. Saat ini, sekolah Wajib memberlakukan Kurikulum 2013. Pondok tidak ada keharusan untuk melaksanakan itu Karena memang bukan sekolah formal.

    C. Kesimpulan
    Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di pondok pesantren diperoleh data bahwa para santri telah mendapatkan penemuan tentang EYD di sekolah formal, sedangkan di pondok tidak. Kemudian para santri hanya membuat tulisan apabila mendapat tugas dari sekolah. Artinya, pondok tersebut sangat jarang memberi tugas menulis, ihwal tulis menulis yang berada di pondok pesantren tidak terkait dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia, pondok juga jarang mengajarkan ihwal berbahasa Indonesia, terutama di dalam hal menulis dan membaca, dan pondok tidak memiliki pengasuh yang menguasai dalam hal bahasa Indonesia. Berdasarkan karangan yang di tulis santri dapat diperoleh datanya yang berupa kesalahan menulis. Yang pertama yaitu, kesalahan bentuk karangan, yang kedua ejaan, dan kesalahan pengetahuan.

Penulis: Awaluddin Harahap
CSSMoRA MA Pati Angkatan 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *